May 20, 2014

MANAJEMEN MASJID

    TIGA TAHAP MANAJEMEN MASJID
  1. How to Image
  2. How to Manage
  3. How to Make Success 

Langkah-Langkah Manajemen Masjid

1.
    Menentukan Wilayah Da’wah Masjid
2.
   Melakukan Pendataan Jamaah Masjid
3.
   Merencanakan Kegiatan Masjid
4.
   Mensosialisasikan Kegiatan Masjid
5.
   Membuat Laporan Kegiatan Masjid

PRINSIP MANAJEMEN MASJID

1.
    Melayani
2.
   Memahamkan
3.
   Mensosialisasikan
4.
   Mempertanggungjawabkan

Tujuan :

1.
    Mendekatkan warga ke masjid dan familier dengan masjid
2.
   Menciptakan ikatan dengan warga

Latar Belakang :

1.
    Tidak tertariknya warga untuk ke masjid
2.
   Warga merasa canggung untuk ke masjid

PELAYANAN

Pelayanan dilakukan dalam bentuk :
1.
    Kesehatan
2.
   Pendidikan
3.
   Kesenian
4.
   Sosial
5.
   Ibadah
6.
   Olah Raga
7.
   dll

Strategi Pelayanan :
1.
    Harus jeli membidik potensi dalam masyarakat
2.
   Harus pandai melihat peluang yang ada dalam masyarakat
3.
   Harus cermat melihat kebutuhan masyarakat

TUJUAN :

1.
    Memahamkan Warga tentang sistem Islam
2.
   Meningkatkan peran warga dimasjid
3.
   Mempererat ikatan yang sudah terbentuk
4.
   Terbentuknya masyarakat yang madani

PEMBINAAN
STRATEGI PEMBINAAN
Mulai dari yang :
1.
    Paling sederhana
2.
   Paling mudah
3.
   Paling ringan


Banner Pengajian DBKS (Desa Binaan Keluarga sakinah) Masjid Jami' sagan


Mar 9, 2013

Peran Ilmu Dalam Kehidupan Sehari-hari

Peran Ilmu Dalam Kehidupan Sehari-hari
Penulis: Ustadz Zuhair Syarif

Bumi tanpa cahaya matahari akan hampa dan kehidupan akan binasa. Begitulah ibarat hati manusia, tanpa cahaya ilmu hati akan sakit dan mati. Di dalam hati seorang yang sakit, terdapat dua kecintaan dan dua penyeru. Kecintaan terhadap syahwat-syahwat, mengutamakannya dan semangat untuk melampiaskannya. Terdapat hasad, sombong, bangga diri, suka popularitas dan suka membuat kerusakan di muka bumi dengan kekuasaannya. Dia akan diuji di antara dua penyeru kepada Allah dan Rosul-Nya serta negeri akhirat dan penyeru kepada kenikmatan dunia yang fana. Maka dia akan menjawab seruan itu mana yang paling dekat dengannya.

Seorang yang hatinya mati, dia tidak tahu tentang Rabb-nya, tidak menyembah-Nya, tidak mencintai apa yang dicintai-Nya dan tidak mencari Ridlo-Nya. Tetapi dia hanya menurti ambisi syahwat walaupun di sana akan mendatangkan kemarahan Rabb-Nya. Dia tidak peduli apakah Rabb-Nya ridlo atau murka yang penting dia telah melampiaskan syahwat dan keinginannya. 

Rasa cinta, takut, pengharapan, keridloan, kemarahan, pengagungan, dan kerendahan dirinya diperuntukkan kepada selain Allah. Jika cinta, benci, memberi dan tidak memberi karena hawa nafsunya. Hawa nafsunyalah yang paling dia utamakan dan paling dia cintai dibanding keriloan maulanya  (Allah Ta’ala). Maka jadilah hawa nafsu sebagai pimpinannya, syahwat sebagai penuntunnya, kebodohan sebagai pengemudinya dan lalai sebagai kendaraannya.

Sebagai hati yang disinari oleh cahaya ilmu dan disirami sejuknya ilmu, penyakit-penyakit yang berkarat di dalam hati akan terkikis dan sirna, jadilah hati tersebut bersih, sehat dan selamat. Hati yang selamat adalah hati yang selamat dari setiap syahwat yang selalu menyelisihi perintah dan larangan Allah, selamat dari setiap syubhat (bid’ah) yang merancukan wawasannya, selamat dari kesyirikan dan selamat dari berhukum kepada selain Rosul-Nya. 

Dia selalu mengutamakan keridhoan-keridhoan Rabb-Nya dengan segala cara. Rasa cinta, tawakal, taubat, takut, pengharapan dan amalannya ikhlas hanya untuk Allah. Jika dia cinta, memberi dan tidak semuanya karena Allah Ta’ala. Seorang yang mempunyai hati inilah yang selamat pada hari kiamat. 

Allah berfirman : “Pada hari yang tidak bermanfaat harta tidak pla anak kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat” (Q.S Asy-Syu’ara : 88 – 89). (lihat Kitab Mawaridul Aman Al-Muntaqo min Ighotsatil Lahafan fi Mashoyidis Syaithon karya Al-Allamah Ibnu Qoyyim Al-Jauziah dengan tulisan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Hal 33 – 37).

Demikian keadaan hati yang tidak disinari dan hati yang selalu disinari dan disirami cahaya ilmu. Jelaslah bahwa ilmu itu sebagai obat penyakit yang ada pada dada manusia. Allah Ta’ala berfirman : “Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepada kalian, pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit  (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”(Q.S. Yunus : 57).

“Maka Mauidlah (pelajaran/ilmu) sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati. Sesungguhnya kebodohan itu adalah penyakit, obatnya adalah bimibngan’. Demikian penafsiran al Allamah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah Rahimahullah (lihat Kitab Mawarid hal 45).

Dengan ini wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki atau perempuan, budak maupun orang merdeka untuk menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam,  “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan dihasankan oleh Imam Al-Mizzy).

Kemudian apa sebetulnya yang dimaksud engan ilmu yang disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits tentang keutamaan dan kedudukan orang yang mengilmuinya ? Al Imam Ibnu Hajar Al-Atsqolani rahimahullah menafsirkan ayt yang dibawaka oleh Al-Imam Bukhori dalam shohihnya “Bab Keutamaan Ilmu” :
 “Katakanlah (wahai Muhammad) Ya Rabbku tambahkanlah kepadaku ilmu” (QS Thoha : 114) Beliau (Ibnu Hajar) berkata : “Ini dalil yang sangat jelas tentang keutamaan ilmu, karena Allah tidak pernah menyuruh Nabi-Nya Shalallahu’alaihi wasallam untuk meminta tambhan kecuali tambahan ilmu. Maksud ilmu tersebut adalah ilmu syar’I, yang berfaedah memberi pengetahuan apa yang wajib atas setiap mukallaf (muslim dan muslimah yang baligh) tentang perkara agama,ibadah dan muamalahnya. Ilmu mempelajari tentang Allah dan sifat-sifatnya dan apa yang wajib dia lakukan dari perintah-Nya serta mensucikannya dari sifat-sifatnya dan apa yang tercela. Poros dari semua itu adalah ilmu tafsir, ilmu Hadits dan ilmu Fiqh” (lihat Kitab Fathul Baari Syarah Shohih Bukhari 1/40).

Maka ilmu yang wajib kita pelajari adalah ilmu yang mempelajari tentang Allah, Rasul-Nya, Agama-Nya dengan dalil-dalil (lihat kitab Al-Ushuluts Tsalatsah karya Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahab bin Sulaiman Bin Ali At-Tamimi Rahimahullah hal 1-3).

Belajar ilmu yang dimaksud di atas, harus bersumber dari Al-Quran dan Hadits sesuai dengan pemahaman Salaf (para Sahabat Nabi Shalallahu’alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik). Sebagian Ahlul ilmu (para ulama) sepakat : “ilmu adalah firman Allah dan sabda Rasul-Nya serta perkataan para sahabat tiada keraguan padanya” (lihat Bahjatunnadlirin syarah Riyadlusshalihin karya Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilali Juz 2 Hal 462).

Al-Imam Al-Auza’I berkata “Ilmu adalah apa yang datang dari sahabat-sahabat Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam dan sesuatu yang tidak datang dari mereka, maka itu bukan ilmu.” (dikeluarkan oleh Ibnu Abdilbar dalam kitab Al-Jaami’ 2/29)
Al-Imam Abu Muhammad Al-Barbahari rahimahullah menyatakan, "Bahwa al-haq (kebenaran) adalah apa yang datang dari sisi Allah Azza wa Jalla, as-sunnah : sunnah (hadits) Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan Al-Jama'ah : kesepakatan  (ijma') para sahabat-sahabat shalallahu'alaihi wasallam pada khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman." (Syarhus Sunnah hal 105 No. 105).

Kesimpulan
Tuntutlah ilmu, maka sesungguhnya ilmu sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati. Bersemangatlah, carilah dari ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berpedoman kepada Al-Quran dan Al-Hadits dengan pemahaman salaf (para sahabat Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik). Dan hati-hatilah dari ahlul bid'ah yang memakai ro'yu (pikiran), qiyas (yang bathil), perasaan dan ta'wil dalam memahami/menafsirkan Al-Quran dan Al-Hadits  (lihat Syarhus Sunnah dan muqodimah kitab shohih muslim).
Sebagaimana himbauan seorang ulama dari kalangan Tabi'in Muhammad bin Sirrin rahimahullah : "Sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian."(diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqodimah Kitab Shohihnya 1/14). Wallahu Ta'ala A'lam.

Silahkan menyalin & memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan url sumbernya.

Mar 8, 2013

Keutamaan Orang yang Mengetahui dan Mengajar

Keutamaan Orang yang Mengetahui dan Mengajar
Penulis: Ibnu Hajar Al Asqalani (Kitab Fathul Bari)

Kitab Fathu Bari - Hadits nomor 79 (yang artinya) : 
Dari Abi Musa Radhiallahu Anhu, katanya Nabi Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, "Perumpamaan petunjuk dan ilmu pengetahuan, yang oleh karena itu Allah mengutus aku untuk menyampaikanya, seperti hujan lebat jatuh ke bumi; bumi itu ada yang subur, menyerap air, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumput yang banyak. Ada pula yang keras tidak menyerap air sehingga tergenang, maka Allah memberi manfaat dengan hal itu kepada manusia. Mereka dapat minum dan memberi minum (binatang ternak dan sebagainya), dan untuk bercocok tanam. Ada pula hujan yang jatuh kebagian lain, yaitu di atas tanah yang tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan rumput. Begitulah perumpamaan orang yang belajar agama, yang mau memanfaatkan sesuatu yang oleh karena itu Allah mengutus aku menyampaikannya, dipelajarinya dan diajarkannya. Begitu pula perumpamaan orang yang tidak mau memikirkan dan mengambil peduli dengan petunjuk Allah, yang aku diutus untuk menyampaikannya."Abu Abdillah berkata, bahwa Ishaq berkata," Dan ada diantara bagian bumi yang digenangi air, tapi tidak menyerap."
 
Kandungan Hadits

Tentang hadits diatas, setelah memaparkan keterangan yang menjelaskan hadits diatas dari segi bahasa (arab), Ibnu Hajar Al-Asqalani -penulis kitab fikih (klasik) Bulughul Maram- dalam kitabnya Fathul Bari, menjelaskan :

Al Qurtubi dan yang lainnya mengatakan bahwa Rasulullah ketika datang membawa ajaran agama, beliau mengumpamakannya dengan hujan yang diperlukan ketika mereka membutuhkannya. Demikianlah kondisi manusia sebelum Rasulullah diutus. Seperti hujan menghidupkan tanah yang mati, demikian pula ilmu agama dapat menghidupkan hati yang mati.

Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan berbagai macam tanah yang terkena air hujan, diantara mereka adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajar. Orang ini seperti tanah subur yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain.
Diantara mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu namun dia tidak mengerjakan, akan tetapi dia mengejarkannya untuk orang lain, maka bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Orang inilah yang diindikasikan dalam sabda beliau, "Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataan-perkataanku dan dia mengerjakannya seperti yang dia dengar." Diantara mereka juga ada yang mendengar ilmu namun tidak menghafal atau menjaganya serta mengamalkannya dan tidak pula mengajarkannya kepada orang lain, maka dia seperti tanah yang tidak dapat menerima air sehingga merusak tanah yang ada di sekelilignya.

Dikumpulkannya perumpamaan bagian pertama dan kedua, adalah karena keduanya sama-sama bermanfaat. Sedangkan dipisahkannya bagian ketiga, karena tercela dan tidak bermanfaat.
Kemudian dalam setiap perumpamaan terdiri dari dua kelompok. Perumpamaan pertama telah kita jelaskan tadi, sedang perumpamaan kedua, bagian pertamanya adalah orang yang masuk agama (Islam) namun tidak mendengarkan ilmu atau mendengarkan tapi tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya. Kelompok ini diumpamakan Nabi Shallallahu Alaihi was Sallam dalam sabdanya, "Orang yang tidak mau memikirkan" atau dia berpaling dari ilmu sehingga dia tidak bisa memanfaatkannya dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada orang lain.

Adapun bagian kedua adalah orang yang sama sekali tidak memeluk agama, bahkan telah disampaikan kepadanya pengetahuan tentang agama Islam, tapi dia mengingkari dan kufur kepadanya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah datar yang keras, dimana air mengalir diatasnya tapi tidak dapat memanfaatkannya. Hal ini diisyaratkan dengan perkataan beliau, "Dan tidak perduli dengan petunjuk Allah".
Ath-Thibi mengatakan, "Manusia terbagi menjadi dua. Pertama, manusia yang memanfaatkan ilmu untuk dirinya namun tidak mengajarkan kepada orang lain. Kedua, manusia yang tidak memanfaatkan untuk dirinya, tapi dia mengajarkan kepada orang lain. Menurut saya kategori pertama masuk dalam kelompok pertama, karena secara umum manfaatnya ada walaupun tingkatnya berbeda. Begitu pula dengan tanaman yang tumbuh, diantaranya ada yang subur dan memberi manfaat kepada manusia dan ada juga yang kering. Adapun kategori kedua walaupun dia mengerjakan hal-hal yang wajib dan meninggalkan yang sunnah, sebenarnya dia termasuk dalam kelompok kedua seperti yang telah kita jelaskan; dan seandainya dia meninggalkan hal-hal wajib maka dia adalah orang fasik dan kita tidak boleh mengambil ilmu darinya. Orang semacam ini termasuk dalam, man lam yar fa' bi dzalika ro san. Wallahu a'lam"

Penutup
Dari uraian diatas, mari kita berkaca pada pribadi masing-masing. Termasuk dalam kelompok manakah kita ; kelompok tanah yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain, ataukah kelompok tanah yang yang tidak dapat menerima air sehingga merusak tanah yang ada di sekelilingnya? Semoga Allah memudahkan jalan kebaikan dan (kemudian) menempuhnya untuk yang telah menulis dan membaca tulisan ini, Amin

Banner Maulid



Manajemen TPA



MENGENAL TPA
Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat, memiliki cita-cita yang diwujudkan melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggungjawabnya sebagai anggota masyarakat, dia merupakan bagian yang integral sehingga harus tunduk pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Begitu juga dengan tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan.
Adanya tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan, maka masyarakat akan menyelanggarakan kegiatan pendidikan yang dikategorikan sebagai lembaga pendidikan nonformal. Sebagai lembaga pendidikan non formal, masyarakat menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Meskipun demikian, lembaga-lembaga tersebut juga memerlukan pengelolaan yang profesional dalam suatu organisasi dengan manajemen yang baik.
Menurut an-Nahlawi, tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan tersebut hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu: pertama, menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran (Qs. Ali Imran/3: 104); kedua, dalam masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga di antara saling perhatian dalam mendidik anak-anak yang ada di lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri; ketiga, jika ada orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuman, dan kekerasan lain dengan cara yang terdidik; keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikoitan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi; dan kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu.
Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka lahirlah berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti TPA. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya.
TPA Taman Pendidikan Al Quran (TPA) merupakan sebuah lembaga pendidikan luar sekolah yang menitikberatkan pengajaran pada pembelajaran membaca Al Quran dengan muatan tambahan yang berorientasi pada pembentukan akhlak dan kepribadian islamiah
Manfaat TPA di masyarakat.
·         Menciptakan generasi islam yang taat beribadah dan berakhlak mulia.
·         Memakmurkan masjid.
·         Menanankan nilai- nilai budi pekerti yang baik dengan meneladani Rasulullah dan para sahabatnya.
·         Membentuk masyarakat yang Qurani.
·         Menanamkan nilai moral dan budi pekerti pada generasi muda.
·         Memperdalam pengetahuan keagamaan di masyarakat.
·         Membantu pemerintah dalam mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat.
Langkah-langkah Pengembangan Taman Pendididkan Al’Quran ( TPA ) sebagai Pendidikan Berbasis Keagamaan
1.    Menetapkan tujuan dan fungsi.
a.   Tujuan
Secara umum tujuan Tempat Pendidikan Al Quran adalah untuk menciptakan generasi muda yang beriman , berakhlak mulia, cerdas dan mandiri.
Secara khusus tujuan Tempat Pendidikan Al Quran adalah untuk mengembangkan potensi yang berkaitan dengan:
1.         Memberikan wadah pendidikan yang berbasis Islam, khususnya pendidikan Al Quran untuk warga setempat.
2.       Berusaha untuk meningkatkan dan memberikan pendidikan kepada masyarakat umum untuk dapat memperoleh pendidikan agama yang layak.
3.       Mengajarkan cara membaca Al Quran yang benar sesuai dengan tajwid kepada para santri.
4.       Diharapkan santri dapat menghafal dan mengamalkan sejumlah ayat-ayat pilihan, surat- surat pendek dan doa harian.
5.       Para santri diajarkan gerakan- gerakan wudhu serta sholat, sehingga anak- anak dapat melaksanakan wudhu dan sholat dengan baik dan benar.
6.       Menanankan nilai- nilai budi pekerti yang baik dengan meneladani Rasulullah dan para sahabatnya.

b.   Fungsi
Sedangkan fungsi dari TPA antara lain:
1.      Mengembangkan seluruh potensi anak sejak usia dini dalam rangka mewujudkan pendidikan anak seutuhnya sehingga nantinya terbangun generasi ideal masa depan yang beriman, berakhlak mulia, cerdas dan mandiri.
2.     Melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan serta mengembangkan life skills.
2.   Menetapkan sasaran.
Sasaran dari pengembangan TPA adalah anak anak usia dini sampai remaja di lingkungan masyarakat sekitar, umumnya usia 4 15 tahun.
3.   Menetapkan kriteteria kegiatan.
a.    Kegiatan yang bersifat edukatif.
b.     Kegiatan dengan penekanan pada pengetahuan agama (baca tulis Al Quran, Keimanan, Akhlak, dan lain-lain).
c.     Kegiatan pengembangan potensi anak.
4.   Membuat proposal kegiatan.
a.   Tahap Perencanaan
1.      Menampung aspirasi warga sekitar secara lisan.
2.     Mempersiapkan jadwal tahapan pendirian TPA.
3.     Melakukan komunikasi dengan Konsultan Pendidikan.
4.     Melakukan pembekalan kepada Panitia tentang mekanisme pendirian dan pelaksanaan TPA.
b.   Pelaksanaan
1.      Rapat pembentukan panitia pendirian TPA berikut susunan kepengurusan TPA.
2.     Trainning pembinaan untuk panitia pendirian TPA oleh Konselor Pendidikan.
3.     Minta ijin Ketua RT setempat dan manajemen perusahaan.
4.     Membuat dan menyebarkan angket ke warga dalam rangka. mengetahui animo masyarakat dan persiapan penyusunan kurikulum.
5.     Menyusun dan mengajukan Proposal perijinan ke aparat pemerintah dan perusahaan.
6.     Persiapan tempat kegiatan TPA dan keperluan administratif (Logo TPA, Kop Surat, Stempel, Papan Nama, Spanduk, dan lain-lain).
7.     Sosialisasi secara terbuka.
8.     Menyusun dan menyebarkan formulir pendaftaran.
9.     Penyusunan kurikulum kegiatan TPA beserta silabus.
10.   Persiapan dan seleksi tenaga pendidik.
11.     Persiapan modul dan buku penunjang.
12.   Tentir pendidik oleh konselor.
13.   Seleksi pendaftaran calon santri.
14.   Pembukaan dan pelaksanaan kegiatan TPA.
5.   Rancangan Pengontrolan dan Evaluasi
Dalam pelaksanaan kegiatan TPA, perlu adanya pengontrolan, pengawasan dan evaluasi yang dilakukan oleh pengurus, masyarakat, dan konselor sehingga diharapkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
a.   Pengontrolan Kegiatan.
1.      Berjalannya kurikulum dan silabus sesuai dengan tujuan.
2.     Berjalannya agenda kegiatan santri.
3.     Pengotrolan terhadap kehadiran tenaga pendidik maupun santri.
4.     FOS (Forum Orangtua Santri).
b.   Administrasi.
1.      Buku Besar kegiatan TPA.
2.     Dokumentasi kegiatan TPA.
c.   Keuangan.
1.      Sistem pencatatan keuangan.
2.     Pengontrolan dilakukan oleh Pengurus dan DKM, Masyarakat (sistem secara transparan)
d.   Evaluasi
Evaluasi kegiatan TPA dilakukan secara bertahap dan berkala. Hasil kegiatan akan diukur dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan sebelumnya sehingga dapat digunakan sebagai titik tolak dalam pengembangan selanjutnya. Sedangkan evaluasi keuangan dilakukan oleh bendahara dan pengurus untuk kemudian dipertanggungjawabkan kepada pihak yang terkait.
6.   Membuat Proposal Biaya.
TPA merupakan bentuk pendidikan anak usia dini yang berbasis Islami. Lama pendidikan TPA adalah 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun sesuai dengan usia anak. Program kegiatan TPA yang digunakan berpedoman pada kurikulum yang berlaku atau sesuai dengan kebutuhan.
TPA menekankan pembentukan perilaku dan pengembangan kemampuan dasar yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan kondisi masyarakat. Prinsip pembelajaran TPA adalah bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain.
Untuk dapat terlaksananya semua itu, dibutuhkan:
a.    Sarana dan prasarana.
antara lain : tempat, ruang belajar, ruang penunjang, ruang kantor, perpustakaan, Gudang,tempat dan alat bermain, kursi dan meja belajar,almari, buku perpustakaan, komputer dan lain- lain.
b.     Ketenagaan,
antara lain : ustad atau ustadzah, pengurus, dan lain- lain.
c.     Administrasi dan Manajemen TPA.
d.    Peran serta orang tua dan masyarakat.
Dalam mewujudkan kebutuhan tersebut, maka diperlukan biaya yang dapat menopang kegiatan di atas. Yang diharapkan bersumber dari:
a.    Iuran tetap bulanan santri.
b.     Sumbangan dari DKM.
c.     Sumbangan dari perusahaan.
d.    Sumbangan dari masyarakat.
7.   Mengajukan proposal.
Proposal diajukan kepada pihak yang bersangkutan, baik untuk ijin ataupun untuk meminta bantuan atau donatur.
Kendala mengembangkan TPA dan solusi untuk mengatasinya.
a.    Kurangnya minat pada masyarakat untuk mengikutsertakan anaknya belajar di TPA.
Tidak jarang orang tua yang enggan mengikutsertakan anaknya untuk mengikuti pendidikan di TPA karena para orang tua beranggapan kalau pendidikan di TPA hanya mengganggu sekolah atau belajar anak- anaknya saja.
Berkaitan dengan itu maka pengurus sebaiknya mensosialisasikan tentang pentingnya pendidikan berbasis agama ( TPA ) untuk menjadikan anak- anak mereka menjadi generasi penerus bangsa yang berilmu dan berakhlak mulia.
b.     Masyarakat lebih mengutamakan pendidikan formal.
Dewasa ini yang merajai pendidikan adalah pendidikan formal, masyarakat cenderung tertarik untuk menyekolahkan anak- anaknya pada jalur formal saja dan menomorduakan jalur pendidikan non formal, padahal keduanya sama- sama penting.
Solusi untuk mengatasinya dengan cara mensosialisasikan pada masyarakat tentang pentingnya pendidikan non formal ( TPA ) pada anak, dan memberikan peranan yang signifikan bagi masyarakat, sehingga dapat menarik masyarakat untuk mengikutinya.
c.     Sebagian masyarakat lebih mementingkan bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi daripada agama.
Sekarang ini banyak lembaga pendidikan non formal yang berkembangan di masyarakat, contohnya : Bimbingan belajar, Tempat kursus komputer, bahasa Inggris dan lain- lain. Masyarakat lebih memilih pendidikan non formal semacam itu dibandingakan dengan pendidikan non formal berbasis keagamaan.
Solusinya adalah menyadarkan masyarakat bahwa ilmu pengetahuan dan tekhnologi tidak ada artinya tanpa diimbangi dengan akhlak yang mulia, kita sebagai makhluk beragama tidak akan lepas dari kebutuhan spiritual.
d.    Masalah dana, kepengurusan, dan administrasi TPA.
Dalam suatu lembaga tentunya dibutuhkan kepengurusan yang solid, administrasi yang baik, dan dana yang cukup agar lembaga tersebut dapat berkembang dengan baik dan mencapai tujuan yang ingin diharapkan.Berkenaan dengan ini dalam kepengurusan TPA mengalami kendala berkaitan dengan masalah di atas. Misalnya : Kekurangan dana akibat dana yang diperoleh hanya dari sukarelawan tertentu, masalah kepengurusan yang kurang solid dikarenakan kurang kompetennya para pengurus, dan kurang tertibnya administrasi.
Berkenaan dengan masalah di atas sebaiknya pemerintah setempat memberikan pelatian, training atau pendidikan pada pengurus TPA berkenaan dengan masalah kepengurusan dan administrasi. Untuk mendpatkan dana yang diperlukan dapat dengan mengajukan proposal pada berbagai pihak yang ingin memberikan sumbangan atau donatur demi berkembangnya TPA.
e.     Kurangnya tenaga pengajar yang kompeten di masyarakat.
Kebanyakan tenaga pengajar dalam TPA hanya berasal dari masyarakat yang sukarela mendedikasikan dirinya, walaupun belum diketahui kompetensi yang dimilikinya.
Untuk mengatasi masalah di atas banyak hal yang dapat dilakukan misalnya mendatangkan guru pengajar yang berkompeten dalam bidang keagamaan, memberikan pelatihan dan pendidikan pada para pengajar yang sudah ada agar mereka dapat mengoptimalkan kompetensinya.
(Berbagai Sumber)

Blogger templates