Peran Ilmu Dalam Kehidupan Sehari-hari
Penulis: Ustadz Zuhair Syarif
Bumi tanpa
cahaya matahari akan hampa dan kehidupan akan binasa. Begitulah ibarat hati
manusia, tanpa cahaya ilmu hati akan sakit dan mati. Di dalam hati seorang yang
sakit, terdapat dua kecintaan dan dua penyeru. Kecintaan terhadap
syahwat-syahwat, mengutamakannya dan semangat untuk melampiaskannya. Terdapat
hasad, sombong, bangga diri, suka popularitas dan suka membuat kerusakan di
muka bumi dengan kekuasaannya. Dia akan diuji di antara dua penyeru
kepada Allah dan Rosul-Nya serta negeri akhirat dan penyeru kepada kenikmatan
dunia yang fana. Maka dia akan menjawab seruan itu mana yang paling dekat
dengannya.
Seorang yang
hatinya mati, dia tidak tahu tentang Rabb-nya, tidak menyembah-Nya, tidak
mencintai apa yang dicintai-Nya dan tidak mencari Ridlo-Nya. Tetapi dia hanya
menurti ambisi syahwat walaupun di sana akan mendatangkan kemarahan Rabb-Nya.
Dia tidak peduli apakah Rabb-Nya ridlo atau murka yang penting dia telah
melampiaskan syahwat dan keinginannya.
Rasa cinta,
takut, pengharapan, keridloan, kemarahan, pengagungan, dan kerendahan dirinya
diperuntukkan kepada selain Allah. Jika cinta, benci, memberi dan tidak memberi
karena hawa nafsunya. Hawa nafsunyalah yang paling dia utamakan dan paling dia
cintai dibanding keriloan maulanya (Allah Ta’ala). Maka jadilah hawa
nafsu sebagai pimpinannya, syahwat sebagai penuntunnya, kebodohan sebagai
pengemudinya dan lalai sebagai kendaraannya.
Sebagai hati
yang disinari oleh cahaya ilmu dan disirami sejuknya ilmu, penyakit-penyakit
yang berkarat di dalam hati akan terkikis dan sirna, jadilah hati tersebut
bersih, sehat dan selamat. Hati yang selamat adalah hati yang selamat dari
setiap syahwat yang selalu menyelisihi perintah dan larangan Allah, selamat
dari setiap syubhat (bid’ah) yang merancukan wawasannya, selamat dari
kesyirikan dan selamat dari berhukum kepada selain Rosul-Nya.
Dia selalu
mengutamakan keridhoan-keridhoan Rabb-Nya dengan segala cara. Rasa cinta,
tawakal, taubat, takut, pengharapan dan amalannya ikhlas hanya untuk Allah.
Jika dia cinta, memberi dan tidak semuanya karena Allah Ta’ala. Seorang yang
mempunyai hati inilah yang selamat pada hari kiamat.
Allah
berfirman : “Pada hari yang tidak bermanfaat harta tidak pla anak kecuali
yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat” (Q.S Asy-Syu’ara : 88 –
89). (lihat Kitab Mawaridul Aman Al-Muntaqo min Ighotsatil Lahafan fi
Mashoyidis Syaithon karya Al-Allamah Ibnu Qoyyim Al-Jauziah dengan tulisan
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Hal 33 – 37).
Demikian
keadaan hati yang tidak disinari dan hati yang selalu disinari dan disirami
cahaya ilmu. Jelaslah bahwa ilmu itu sebagai obat penyakit yang ada pada dada
manusia. Allah Ta’ala berfirman : “Wahai manusia sesungguhnya telah datang
kepada kalian, pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit
(yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”(Q.S.
Yunus : 57).
“Maka Mauidlah
(pelajaran/ilmu) sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati.
Sesungguhnya kebodohan itu adalah penyakit, obatnya adalah bimibngan’. Demikian
penafsiran al Allamah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah Rahimahullah (lihat Kitab Mawarid
hal 45).
Dengan ini
wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki atau perempuan, budak maupun orang
merdeka untuk menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam, “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim”
(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan dihasankan oleh Imam Al-Mizzy).
Kemudian apa
sebetulnya yang dimaksud engan ilmu yang disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits
tentang keutamaan dan kedudukan orang yang mengilmuinya ? Al Imam Ibnu Hajar
Al-Atsqolani rahimahullah menafsirkan ayt yang dibawaka oleh Al-Imam Bukhori
dalam shohihnya “Bab Keutamaan Ilmu” :
“Katakanlah
(wahai Muhammad) Ya Rabbku tambahkanlah kepadaku ilmu” (QS Thoha : 114) Beliau
(Ibnu Hajar) berkata : “Ini dalil yang sangat jelas tentang keutamaan ilmu,
karena Allah tidak pernah menyuruh Nabi-Nya Shalallahu’alaihi wasallam untuk
meminta tambhan kecuali tambahan ilmu. Maksud ilmu tersebut adalah ilmu syar’I,
yang berfaedah memberi pengetahuan apa yang wajib atas setiap mukallaf (muslim
dan muslimah yang baligh) tentang perkara agama,ibadah dan muamalahnya. Ilmu
mempelajari tentang Allah dan sifat-sifatnya dan apa yang wajib dia lakukan
dari perintah-Nya serta mensucikannya dari sifat-sifatnya dan apa yang tercela.
Poros dari semua itu adalah ilmu tafsir, ilmu Hadits dan ilmu Fiqh” (lihat Kitab Fathul Baari Syarah Shohih Bukhari 1/40).
Maka ilmu yang
wajib kita pelajari adalah ilmu yang mempelajari tentang Allah, Rasul-Nya,
Agama-Nya dengan dalil-dalil (lihat kitab Al-Ushuluts Tsalatsah karya Syaikhul
Islam Muhammad Bin Abdul Wahab bin Sulaiman Bin Ali At-Tamimi Rahimahullah hal
1-3).
Belajar ilmu
yang dimaksud di atas, harus bersumber dari Al-Quran dan Hadits sesuai dengan
pemahaman Salaf (para Sahabat Nabi Shalallahu’alaihi wasallam dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik). Sebagian Ahlul ilmu (para ulama) sepakat : “ilmu
adalah firman Allah dan sabda Rasul-Nya serta perkataan para sahabat tiada
keraguan padanya” (lihat Bahjatunnadlirin syarah
Riyadlusshalihin karya Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilali Juz 2 Hal 462).
Al-Imam
Al-Auza’I berkata “Ilmu adalah apa yang datang dari sahabat-sahabat Muhammad
Shalallahu’alaihi wasallam dan sesuatu yang tidak datang dari mereka, maka itu
bukan ilmu.” (dikeluarkan oleh Ibnu Abdilbar dalam
kitab Al-Jaami’ 2/29)
Al-Imam Abu
Muhammad Al-Barbahari rahimahullah menyatakan, "Bahwa al-haq (kebenaran)
adalah apa yang datang dari sisi Allah Azza wa Jalla, as-sunnah : sunnah
(hadits) Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan Al-Jama'ah : kesepakatan
(ijma') para sahabat-sahabat shalallahu'alaihi wasallam pada khalifah Abu
Bakar, Umar, dan Utsman." (Syarhus Sunnah hal 105 No. 105).
Kesimpulan
Tuntutlah
ilmu, maka sesungguhnya ilmu sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan
hati. Bersemangatlah, carilah dari ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang
berpedoman kepada Al-Quran dan Al-Hadits dengan pemahaman salaf (para sahabat
Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik). Dan hati-hatilah dari ahlul bid'ah yang memakai ro'yu (pikiran),
qiyas (yang bathil), perasaan dan ta'wil dalam memahami/menafsirkan Al-Quran
dan Al-Hadits (lihat Syarhus Sunnah dan muqodimah kitab shohih muslim).
Sebagaimana
himbauan seorang ulama dari kalangan Tabi'in Muhammad bin Sirrin rahimahullah :
"Sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian
mengambil agama kalian."(diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqodimah
Kitab Shohihnya 1/14). Wallahu Ta'ala A'lam.
Silahkan
menyalin & memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan url sumbernya.